Depok,reportaseindonesia.id | Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Aris Merdeka Sirait geram terhadap kasus pelecehan seksual yang terjadi di Kota Depok.
Tetapi, Pemerintah Kota Depok terkesan sengaja ingin menutupi permasalah ini dengan koleksi penghargaan Kota Layak Anak (KLA) predikat Nindya yang diperoleh Pemerintah Kota Depok dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia tahun 2021.
“Itu sejak awal saya sudah katakan bahwa Kota Depok itu zona merah terhadap kekerasaan terhadap anak. Dan Kota Depok itu tidak layak menjadi Kota Layak Anak yang diberikan oleh Pemerintah Pusat,” kata Aris Merdeka Sirait, Rabu (1/12/2021).

Aris Merdeka Sirait juga meminta kepada Wali Kota Depok Muhammad Idris mengevaluasi penghargaan KLA yang sudah diterima Pemerintah Kota Depok secara berturut-turut sebanyak empat kali.
“Saya sudah 3 tahun mengatakan itu, terakhir ketika ada kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Depok. Dan angkanya cukup tinggi dan seterusnya. Kota Depok sebagai Kota Layak Anak (KLA) perlu dievaluasi, ngga layak itu” tegas Aris.
Dirinya berharap, Walikota Depok turun tangan terhadap kasus pelecehan anak “Saya berharap Wali Kota Depok harus turun tangan, Muhammad Idris harus malu terhadap situasional kekerasan terhadap anak yang terjadi di Depok. Karena beliau tidak tanggap terhadap persoalan-persoalan ini. Ini bukan like and dislike ya, kebetulan saya kan warga Depok juga,” ucap Aris.
Sebagai contoh, banyak kasus kasus kekerasan terhadap anak ditemukan di Kecamatan Cimanggis dan Kecamatan Tapos. Bahkan trend nya terus meningkat, karena kurang mendapat perhatian dari Wali Kota Depok.
“Modusnya itu sangat memprihatinkan, jadi kalau ditanya apakah terjadi meningkat, iya. Karena Wali Kota nya tidak perduli dengan itu dan kemudian Kota Layak Anak nya perlu dievaluasi,” ujar Aris.
Aris membeberkan, data kekerasan terhadap anak yang tercatat di Komnas PA yang melapor ke Polres Metro Depok sebanyak 2.700 kasus sejak 2019 hingga saat ini. Kasus ini banyak yang belum selesai karena Unit PPA Polres Metro Depok kekurangan sumber daya manusia (SDM).
“Jumlah kasus kekerasan terhadap anak yang tercatat di Komnas PA ada sebanyak 2.700 kasus lebih. Itu terkonfirmasi data yang dilaporkan ke Polres Metro Depok. Itu bukan sekedar informasi begitu saja, itu data yang tidak bisa ditangani secara hukum walaupun sudah ada laporan Polisi dan itu saya bertatap muka langsung dengan pak Kapolres beliau mengamini itu,” beber Aris.
Aris Merdeka Sirait mengatakan kasus kekerasan terhadap anak terjadi karena kurangnya peran orangtua sebagai role model didalam keluarga. Peran orangtua dirumah menjadi pemimpin tergerus sehingga abai terhadap hak anak mendapat perlindungam didalam rumah tangga.
“Jadi ini bukan karena kemiskinan, bukan karena nonton tayangan porno grafi, tapi karena perubahan perilaku dimana tidak ada lagi pemimpin yang menjadi panutan di rumah. Tergerus karena perubahan perilaku orangtua yang mengabaikan hak anak, parahnya guru pun melakukan tindakan yang sama,” ungkap Aris.
Dari 2.700 an kasus kekerasan terhadap anak yang dilaporkan kepada Komnas PA, 52 persen di dominasi oleh kekerasan terhadap anak secara seksual. Dalam banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak malah dilakukan oleh kerabat terdekat, seperti kakek, orangtua kandung, orangtua sambung, paman, abang, bahkan guru.
“Sehingga problematik penyelesaiannya ditambah lagi, kurangnya SDM penyidik di Polres Metro Depok, sehingga banyak kasus kekerasan terhadap anak itu belum bisa ditandaklanjuti,” ujarnya lagi.
Aris Merdeka Sirait, tak heran ketika Kepala Kejaksaan Negeri Kota Depok Sri Kuncoro menyebutkan SPDP kasus kekerasan terhadap anak terjadi peningkatan tahun ini?.
“Ngga kaget saya kalau Kejaksaan bilang SPDP kasus kekerasan terhadap anak terjadi peningkatan tahun ini. Ya itu tadi bukti-buktinya ngga cukup kadang-kadang terburu-buru kan karena SDM penyidiknya sangat sedikit dan perhatian Wali Kota Depok terhadap permasalahan ini sangat minim. Saya harus mengatakan Wali Kota Depok tidak peduli dengan isu-isu anak di wilayahnya,” katanya.
Selama ini, kata Aris Merdeka Sirait, Pemkot Depok belum hadir ditengah masyarakat dalam hal pemenuhan hak dan perlindungan anak. Mestinya, Pemkot Depok hadir melalui program-program perlindungan anak, dan gerakan-gerakan perlindungan anak di setiap kecamatan.
“Perda No 15 tentang penyelenggaraan kota layak anak, mandul dan tidak spesifik untuk itu. Sehingga tidak diimplementasikan dan tidak punya anggaran APBD pula. Tanya aja itu Kepala Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (DPAPMK) Kota Depok yang selalu membela Wali Kota Depok, walaupun tidak bisa berbuat apa apa,” tutup Aris. (agus)