Damai atau Hukum, Mana yang Lebih Adil untuk Korban Pencabulan Anak?

Depok, reportaseindonesia.id|Konsep keadilan restoratif yang sedang digalakkan belakangan ini kembali menjadi sorotan publik. Namun, dalam kasus pencabulan anak di Depok, seorang praktisi hukum menegaskan bahwa solusi damai ini tidak bisa diterapkan.

Andi Tatang Supriyadi menjelaskan bahwa keadilan restoratif memang menawarkan alternatif penyelesaian yang lebih manusiawi, namun tidak semua kasus cocok dengan pendekatan ini.

“Kasus pencabulan anak adalah kejahatan serius yang dampaknya sangat luas, baik bagi korban maupun masyarakat,” ujarnya, Senin (06/01/2025).

Menurut Andi Tatang, hukum positif telah mengatur secara jelas bahwa kasus-kasus tertentu, seperti pencabulan anak, tidak dapat dihentikan hanya karena pelaku dan korban telah berdamai. Hal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan korban dan mencegah terulangnya tindakan serupa.

Andi Tatang memaparkan seseorang bisa mengajukan praperadilan untuk membatalkan status tersangka. Namun praperadilan tidak menyediakan ruang bagi penghentian penegakan hukum atas peristiwa tindak pidana yang diselesaikan dengan jalur perdamaian.

“Kita mendengar pernah ditempuh perdamaian untuk perkara itu, berarti peristiwa hukum kasus ini ada. Kalau tak ada peristiwa hukum, tidak mungkin ada perdamaian,” kata Andi Tatang.

Dengan peristiwa hukum yang benar terjadi, maka proses hukum kasus pencabulan anak tak bisa dihentikan.

“Keadilan restoratif atau jalan damai tak dapat diberlakukan untuk tindak pidana berat atau tindak pidana khusus termasuk pencabulan terhadap anak,” tandas Andi Tatang.

Andi Tatang merujuk Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Dalam Pasal 5 ayat 8 huruf a Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dikecualikan untuk perkara tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat serta wakilnya, ketertiban umum, dan kesusilaan. (Agus) 

BACA JUGA :   PWI Kota Depok Kecam Kekerasan dan Teror Terhadap Wartawan PWI Kabupaten Bogor

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

thirteen + eight =